KEWENANGAN BPKP DAN KEJAKSAAN DALAM PENENTUAN UNSUR KERUGIAN KEUANGAN NEGARA TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI
Abstract
Penelitian adalah untuk mengetahui kewenangan BPKP dan Kejaksaan dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, Untuk mengetahui faktor-faktor penghambat dalam pelaksanaan tugas BPKP dan Kejaksaan, Untuk mengetahui solusi untuk mengatasi faktor-faktor penghambat dalam pelaksanaan tugas BPKP dan Kejaksaan. Metode penelitian hukum yang digunakan adalah penelitian empiris, yaitu penelitian ke lapangan dengan melakukan wawancara sebagai dasar pemecahan permasalahan yang dikemukakan. Data yang dipergunakan adalah data primer dan metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research) dan penelitian lapangan (field research. Analisis data yang digunakan adalah data kualitatif Hasil penelitian menunjukkan bahwa Dalam penanganan tindak pidana korupsi Kejaksaan tidak bekerja sendiri untuk mengungkap/menyidik perkara tersebut, karena dibutuhkan keterangan atau bantuan dari lembaga-lembaga yang memang ditunjuk oleh peraturan seperti BPKP yang ditugaskan sebagai akuntan negara untung menghitung kerugian negara sebagai salah satu unsur dalam pembuktian perkara korupsi. Instansi Kejaksaan memiliki wewenang dalam hal penyidikan dan penuntutan perkara tindak pidana khusus, termasuk tindak pidana korupsi. Proses penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi, Kejaksaan memiliki peran yang sebenarnya dilakukan dalam dunia praktek (actual role) dimana membaginya dalam dua tahap yaitu tahap penyidikan dan tahap penuntutan. Hambatan-hambatan yang dihadapi oleh Kejaksaan dan BPKP dalam penyidikan maupun penuntutan terhadap penyelewengan keuangan Negara adalah izin pemeriksaan terhadap para pejabat yang diduga melakukan tindak pidana korupsi dan saksi-saksinya memerlukan prosedur yang rumit dan berbelit-belit, saksi-saksi perkara tindak pidana korupsi merupakan orang-orang yang intelek, sehingga biasanya pandai dalam menutup-nutupi kesalahan tersangka, perlu waktu yang lama untuk bekerjasama dengan instansi BPK atau BPKP dalam hal mengaudit kerugian keuangan negara, masih adanya sebagian jajaran anggota Kejaksaan Negeri yang kurang berkompeten dan masih tidak mau dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi, kurangnya perhatian dan dukungan masyarakat terhadap pemberantasan tindak pidana korupsi. Berdasarkan kesimpulan disarankan perlu adanya peningkatan koordinasi dan kerjasama yang lebih baik lagi antar instansi yang berwenang dalam penangangan tindak pidana korupsi sehingga jika ada kekurangan atau kelemahan dari satu instansi, maka instansi yang lainnya dapat melengkapi.