PENYELUNDUPAN HUKUM PERKAWINAN ANAK DIBAWAH UMUR MELALUI PENGESAHAN NIKAH DI PENGADILAN AGAMA BATURAJA ( STUDI ANALISIS PASAL 7 AYAT (3) HURUF (e) KOMPILASI HUKUM ISLAM )
Abstract
Perkawinan adalah sebuah peribadatan yang ditekankan Allah SWT untuk pasangan yang telah cukup umur guna dapat melahirkan keturunan yang soleh dan soleha. Perkawinan merupakan hubungan abadi antara lelaki serta wanita yang dianggap sah masyarakat serta negara. Pernikahan berdasarkan Kompilasi Hukum Islam, Bab II tentang Asas-Asas Pernikahan Pasal 2 berbunyi “ pernikahan berdasarkan hukum Islam yaitu akad yang amat kokoh ataupun mitssaqan ghalidzan guna mentaati perintah Allah serta menjalankannya ialah peribadatan”. Seiring berjalannya waktu ternyata begitu banyak permintaan dari masyarakat terlebih orang tua untuk menikahkan anaknya yang masihlah dibawah umur. Disinilah letak penyelundupan hukumnya menurut penulis. Adanya unsur kesengajaan dalam masyarakat untuk menikahkan anaknya yang belum memenuhi syarat pernikahan yang diamanatkan oleh UU Nomor 16 Tahun 2019. Menurut penjelasan tersebut, pengkaji sangat memiliki ketertarikan guna mengkaji tesis berjudul “Penyelundupan Hukum Perkawinan Anak Dibawah Umur Melalui Pengesahan Nikah Di Pengadilan Agama Baturaja (Studi Analisis Pasal 7 Ayat (3) Huruf (e) Kompilasi Hukum Islam).”. Pengkaji memakai kategori pengkajian hukum normatif. Mengutip pandangan Jhony Ibrahim yang menjelaskan bahwasanya pengkajian hukum normatif adalah sebuah cara pengkajian ilmiah untuk mendapati sebuah kebenaran melalui logika ilmu melalui sudut pandang normatif. Berdasarkan pengkajian tersebut dapat disimpulkan bahwa Penyebab terjadinya penyelundupan hukum perkawinan anak dibawah umur melalui pengesahan nikah di hampir Pengadilan Agama di Indonesia pada umumnya terkhusus Pengadilan Agama Baturaja berawal dari revisi Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1974 yang merevisi usia perkawinan bagi pria dan wanita yaitu sama – sama 19 tahun. Ditambah lagi pada Kompilasi Hukum Islam Pasal 7 ayat (3) huruf (e) yang berbunyi “Perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang tidak mempunyai halangan perkawinan Undang – Undang No. 1 Tahun 1974”, tidak memberikan batasan berapa lama suatu pernikahan siri dapat mengajukan permohonan nikah.