TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN KAWIN YANG DIBUAT PASCA PERKAWINAN SETELAH DIKABULKANNYA PUTUSAN MK NO. 69/PUU XIII/2015 (Analisis Penetapan Nomor 80/Pdt.P/2020/PN.Ptk)
Abstract
Ketentuan hukum yang mengatur tentang akad nikah menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 1974 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015 dapat dilakukan setelah perkawinan, karena pengertian pasal 29 ayat (1) UU Perkawinan diartikan selama para pihak terikat. kesepakatan kedua belah pihak dapat mengajukan perjanjian tertulis yang diterima oleh perancang kontrak atau notaris. Pendapat Hakim bahwa permohonan yang bersangkutan tercantum dalam Perjanjian Perkawinan Pemohon dan masalah hukumnya juga dapat diterima. Analisis hukum kebolehan akad nikah muncul dari perspektif hukum akad bahwa ketentuan hukum akad nikah juga mengikat pihak ketiga, sehingga akad nikah harus didaftarkan pada Sekretariat Pegawai Negeri Sipil atau Kementerian Agama. Karena putusan MK sebagaimana adanya tidak berarti apa-apa tentang pendaftaran, apakah pendaftaran harus segera dilakukan atau menunggu undang-undang pendaftaran/pendaftaran lebih lanjut. Oleh karena itu, akibat hukum dari suatu akad nikah dapat menimbulkan jaminan hukum bagi orang lain.