PENERAPAN PRINSIP ULTRA PETITA DALAM PERKARA PIDANA DI PENGADILAN NEGERI MEDAN
Abstract
Perkembangan kejahatan manusia diikuti dengan perkembangan penjatuhan hukuman bagi pelaku kejahatan di tengah masyarakat agar tetap terjaga situasi yang stabil dan teratur. Perkembangan jenis, kualifikasi dan sistem pemidanaan yang berkembang saat ini juga dipengaruhi oleh perilaku kejahatan manusia. Secara umum tujuan dari penjatuhan suatu sanksi pidana pada dasarnya memiliki dua tujuan yaitu pencegahan dan penanggulangan kejahatan. Demi penanggulangan kejahatan ditengah masyarakat, makaharus ada lembaga
yang memiliki kewenangan untuk memberikan hukuman (pidana) pada orang-orang yang melakukan kejahatan. Otoritas atau lembaga yang berwenang untuk menjatuhkan sanksi pada pelaku kejahatan adalah negara melului pengadilan sebagai institusi negara. Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana ketentuan hukum mengenai ultra 1)petita dalam perkara pidana di Indonesia? 2) Bagaimana akibat hukum pelaksanaan prinsip ultra petita dalam perkara pidana? 3) Apa pertimbangan hakim melaksanakan ultra petita dalam perkara pidana? Penelitian ini merupakan Penelitian hukum normatif (legal research), karena difokuskan untuk mengkaji mengenai penerapan asas atau prinsip ultra petita dalam putusan pengadilan artinya asas dalam hukum acara pidana di pengadilandiberlakukandalamputusan hakim dalamkasuspidana di Pengadilan Negeri Medan. Mengutip pendapatnya Peter Mahmud Marzuki bahwa Penelitian hukum normatif merupakan suatu proses untuk menemukan antara hukum, prinsip-prinsip hukum maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi. Istilah ultra petita tidak ada dalam hukum pidana istilah tersebut ada dalam HIR (Herzien Inlandsch Reglement). Dalam menjalankan tugasnya, hakim harus memenuhi rasa keadilan dalam masyarakat. Hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat, sehingga hakim bebas memutuskan suatu perkara sepanjang masih dalam koridor dakwaan, artinya bahwa hakim bisa tidak sependapat dengan Jaksa Penuntut Umum dalam memutus suatu perkara dimana Jaksa Penuntut Umum beranggapan bahwa yang terbukti adalah dakwaan sekunder tetapi bisasaja menurut hakim dakwaan primerlah yang terbukti.