PENGATURAN HUKUM DALAM PEMBAGIAN HARTA BERSAMA PERKAWINAN MENURUT HUKUM PERDATA YANG BERLAKU SAAT INI DI INDONESIA
Abstract
Harta bersama merupakan suatu akibat hukum setelah terjadinya perceraian. Kedudukan harta bersama setelah perceraian diatur menurut hukumnya masing-masing, sesuai dengan ketentuan Pasal 37 UU Perkawinan. Berdasarkan Pasal 97 KHI apabila putus perkawinan karena perceraian maka harta bersama dibagi dua. Perkara harta bersama atau gono-gini adalah perkara yang peka dan banyak menimbulkan sengketa diantara pihak suami dan istri yang sudah bercerai, yang secara hukum merupakan pihak yang berhak menerima bagian harta gono-gini. Sedangkan keingininan masing-masing pihak lainnya biasanya bertolak belakang dengan apa yang ada dalam hukum pembagian harta gono-gini yang telah ada. Dalam faktanya sengketa mengenai pembagian harta bersama dalam perkawinan, sering menimbulkan konflik diantara pihak yang bersangkutan walaupun sudah ditentukan dalam Undang-Undang, namun banyak fakta yang sudah terjadi bahwa Undang-Undang tertulis tidak selamanya memberikan rasa adil bagi para pihak yang berperkara. Dalam penyelesian harta bersama di dalam hukum Islam diakui adanya harta yang merupakan hak milik bagi setiap orang, baik mengenai pengurusan dan penggunaanya maupun untuk melakukan perbuatan- perbuatan hukum atas harta tersebut sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam. Di samping itu juga diberi kemungkinan adanya suatu serikat kerja antara suami isteri dalam mencari harta kekayaan. Oleh karena itu jika terjadi perceraian antara suami isteri tersebut dibagi menurut hukum Islam yang kaidah hukumnya menyebutkan bahwa tidak ada kemudharatan dan tidak boleh memudharatkan Adapun yang menjadi rumusan dalam penelitian ini adalah pertama, Bagaimana pembagian harta bersama akibat perceraian dalam hukum perdata, kedua Bagaimana pelaksanaan pembagian harta bersama dan ketiga Bagaimana nilai-nilai keadilan yang terkandung dalam pembagian harta bersama menurut hukum yang berlaku saat ini. Keadilan merupakan sendi terakhir sebagai tujuan hukum. Agar keadilan itu tercapai sesuai dengan keadilan yang ada pada masyarakat , maka hukum yang diciptakan harus bersendikan nilai nilai moral, artinya bahwa undang-undang dan semua norma hukum harus sesuai dengan nilai-nilai moral. Pembagian harta bersama separuh bagi suami dan separuh bagi istri sesuai dengan rasa keadilan jika baik suami maupun istri sama-sama melakukan peran, tugas dan tanggung jawabnya masing-masing dalam menjaga keutuhan dan kelangsungan hidup keluarga. Berdasarkan KUH Perdata (BW), sejak dilangsungkan perkawinan, maka menurut hukum terjadi harta bersama menyeluruh antara suami istri, sejauh tentang hal itu tidak diadakan ketentuan-ketentuan dalam perjanjian kawin.